
Samasisi – Di balik nama besar PT Trikomsel Oke Tbk sebagai perusahaan ritel dan distribusi perangkat telekomunikasi yang pernah mendominasi pasar Indonesia, terdapat sosok visioner bernama Sugiono Wiyono Sugialam. Ia bukan hanya pendiri perusahaan, tetapi juga motor penggerak utama di balik transformasi Trikomsel dari sebuah usaha distribusi sederhana menjadi kekuatan besar dalam industri teknologi dan ritel digital Indonesia.
Sugiono, pria kelahiran 13 Agustus 1962, memulai kariernya di dunia korporasi sebagai Direktur Komersial di PT Panggung Electric Citrabuana, sebelum mendirikan PT Trikomsel Citrawahana pada tahun 1996. Berbekal latar belakang pendidikan Sarjana Ekonomi dari Universitas Surabaya, Sugiono menangkap peluang di tengah meningkatnya kebutuhan akan perangkat seluler di Indonesia.
Trikomsel awalnya hanya berfokus pada distribusi ponsel, menjadi distributor resmi Nokia dan Sony Ericsson di akhir 1990-an. Namun seiring waktu, visi Sugiono membawanya pada ekspansi lebih besar sehingga tidak hanya menjual produk, tapi membangun ekosistem digital dan jaringan ritel yang kuat.
Transformasi nama perusahaan menjadi PT Trikomsel Multimedia pada tahun 2000, lalu menjadi PT Trikomsel Oke di 2007. Di tahun yang sama, perusahaan meluncurkan OkeShop, yang dalam waktu singkat berkembang menjadi ratusan gerai di lebih dari 130 kota. Bahkan, pada 2008, jumlah gerai melampaui 800 titik.
Langkah strategis lainnya adalah merambah dunia digital dengan menyediakan konten seperti nada dering dan aplikasi, serta memperkuat kanal daring melalui situs www.oke.com.
Pada tahun 2009, Trikomsel melantai di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham TRIO, memperkuat modal untuk ekspansi lanjutan. Salah satu momen penting terjadi pada 2012 ketika Trikomsel mengakuisisi PT Global Teleshop Tbk senilai Rp 910,11 miliar sebagai manuver yang memperluas jaringan distribusi dan memperkuat posisinya di pasar ritel telekomunikasi nasional.
Namun, perjalanan bisnis tidak selalu mulus. Pada 2015, Trikomsel mengalami penurunan penjualan drastis dari Rp 10,7 triliun menjadi Rp 6,4 triliun, serta mencatatkan rugi usaha hingga Rp 8,6 triliun. Tak lama setelah itu, perusahaan menghadapi tuntutan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Sugiono, yang dikenal sebagai pemimpin adaptif, tidak tinggal diam. Ia memimpin upaya restrukturisasi besar-besaran, termasuk penutupan gerai yang kurang produktif dan pergeseran fokus ke penjualan online. Strategi ini membuahkan hasil; kontribusi penjualan digital meningkat signifikan, bahkan mencapai 30% dari total pendapatan.
Sugiono tak hanya fokus menyelamatkan bisnis, tetapi juga melihat ke depan. Ia mendorong transformasi digital melalui inovasi seperti live-sales, kolaborasi dengan marketplace, serta pendekatan yang lebih interaktif kepada pelanggan. Semua ini dilakukan untuk memastikan Trikomsel tetap relevan di tengah perubahan perilaku konsumen dan perkembangan teknologi yang pesat.
Hingga 2023 lalu, Trikomsel tetap bertahan dengan mengoperasikan 40 gerai dan terus memperkuat kehadiran digitalnya melalui kolaborasi dengan platform e-commerce dan strategi live-sales.
Di balik kesuksesannya, Sugiono juga dikenal sebagai sosok yang peduli terhadap masyarakat. Ia mendirikan Yayasan Oke Peduli Bangsa, sebuah lembaga sosial yang aktif di bidang kesehatan dan pendidikan. Melalui yayasan ini, Sugiono menunjukkan bahwa keberhasilan sejati bukan hanya soal keuntungan, tetapi juga soal memberi dampak positif bagi masyarakat.
Selain mengelola Trikomsel, Sugiono juga aktif memegang berbagai posisi strategis di perusahaan lain seperti Polaris Ltd., PT Globe Kita Terang Tbk, dan PT SL Trio. Atas dedikasinya, Sugiono pernah dinominasikan dalam ajang Ernst & Young Entrepreneur of the Year 2007.